UANG PANAI





(Sungguh hati-hati terhegemoni)
Suatu musibah atau keberuntungan menjadi perempuan. itu bukan soal, karena kebenaran terletak pada idealnya masing-masing. Menjadi anak perempuan yang hidup ditengah kota maupun pedesaan sebatas hijab saja. 

Anak perempuan akan diserahkan pada suaminya, bukan hal baru. Konstruk yang melekat pada perempuan adat, sungguh tidak dapat dinafikan. Pendidikan dan kehormatan menjadi barang dagangan. Dunia dari segala sisi punya rasa makna berbeda. Tapi inti sari tuhan berikan dengan kontras, dunia bukan hanya milik perempuan tetapi juga laki-laki. Jika pendidikan sudah berakhir kerja dan karir terus digodok. Setelah itu akan menjadi masalah ketika anak perempuan tak kunjung menikah.

Maka dengan segera ibumu, saudari mu akan menarik tangan mu untuk di henna. Tapi belum sampai disitu hanya angan. Nampak tetangga, hanya tamatan SLTA baru saja dilamar dengan uang panai yang megah. Persoalan berlanjut, dalam satu garis keturunan, keluarga, maupun tetangga akan menjadi pengaruh dalam keputusan menikahkan anaknya maupun menentukan nominal uang panai.

Teguh pada syair agama, Mahar tetap direndahkan. Tetapi, acara akan tetap meriah dengan dalil keluarga besar. Anak perempuan yang lain sedang menunggu kasih didepan pintu semoga uang panai tak kalah banyak dengan sepupunya. Sungguh perempuan tidak ditakdirkan dengan pria berdompet pas-pasan.

Jika benar harga diri terletak pada segepok uang dan pesta meriah. Sungguh kata-kata ini kasar untuk dilontarkan perempuan kepada perempuan. jika ada perempuan menikah dengan seperangkat alat sholat dengan penuh kesederhanaan, maka pintu-pintu mulai terbuka dan mereka sibuk bergunjing. Barangkali perempuan itu dinikahi pria kere.

Karena uang berpihak pada perempuan. status dan harga diri ikut tergantung. Masih banyak hati yang bergejolak dan enggan mendobrak. Barangkali memang tak ada diskriminasi pada laki-laki.
Kultur ini sungguh materialistik, menilai segala sesuatu dengan uang, dan benda-benda berharga lainnya. 

tak ada yang salah mengenai kultur dan adat yang telah dipertahankan sejauh ini, hanya saja pemahaman mengenai maksud dan tujuan disalah artikan. dengan adanya syarat uang panai ini, membuat sih calon berusaha dan memaksimalkan seluruh tenaga dan potensi untuk berjuang mendapatkan pujaan hatinya. hanya saja dalam hal menego yang kurang terasa nikmat, jika memberatkan mengenai uang panai yang tidak ada pertimbangan dan menitik beratkan angka rupiah. hal-hal ini dapat memicu penundaan pernikahan, maupun kegagalan dalam menuju proses pernikahan. 

Gelar dan status darah ningrat dipertaruhkan dalam menetapkan uang panai. bagi kedua belah pihak yang tidak dapat menemukan solusi. akhirnya anak yang tadinya ingin meminta restu justru malah berbalik arah menjadi durhaka pada orang tua. Tak jarang nikah lari. dan menjalani hubungan tanpa restu kedua orang tua.

konstruk yang dibentuk oleh masyarakat memaksa untuk tunduk dan patuh. ketika ada satu keluarga yang tak patuh akan menjadi sorotan dari segala penjuru.
menikah itu mudah hanya kultur, adat, dan gengsi yang tak mudah.

jika ada perempuan berpendidikan tinggi dan masih menganggap dirinya berharga dan dibandingkan dirinya dengan segepok uang, dan berlian. Artinya ada ilmu yang belum meresap menuju intuisi.
Uang panai bukanlah simbol harga diri seorang perempuan. karena perempuan yang berharga tak pantas disandingkan dengan sejumlah uang.

Jika tak ada kesulitan dan ada kemudahan, rasanya tak akan menjadi masalah dalam suatu pernikahan, tetapi konstruk yang terbangun sepanjang zaman ini akan menjadikan salah persepsi pemaknaan perempuan dan uang panai. 

(Hanya bacaan ringan)
tak ada maksud menjatuhkan Adat dan kultur, ulangi sekali lagi barangkali kau menemukan kemungkinan-kemungkinan. Berfikir secara objektif akan membantu mu. Lihatlah dari segala sisi.

Komentar

Postingan Populer