Perempuan dan Krisis Ekologi Kalimantan Timur

“Perempuan dan Krisis Ekologi Kalimantan Timur”
Karya Eyrah
(Sekolah Perempuan Kaltim Angkatan I)

Kerusakan dan kehancuran alam, di satu sisi menjadi mimpi buruk hampir seluruh penghuni bumi. Disisi lain menyadarkan dan membangkitkan kesadaran sebagai perempuan lewat Sekolah Perempuan Kaltim, karena itu kesadaran perempuan yang terdongkrak sudah seharusnya humanis terhadap terhadap alam. Berbagai permasalahan, yang kerap terjadi disekeliling yang cendrung menakutkan, dan membangunkan dari tidur panjang di ranjang superioritasnya. Lewat Sekolah Perempuan Kaltim yang telah dilaksanakan mengugah kesadaran untuk meninjau ulang upaya ekploitasi manusia terhadap alam, paradigma dalam menempatkan alam pada level subyek bersama manusia dan seluruh makhluk berproses menuju sebagai kesatuan semesta.
Skenario pembangunan baik di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur di mana pertumbuhan ekonomi menjadi sesuatu yang bersifat urgent, jika begitu nasib rakyatlah yang menjadi taruhannya. Praktek-praktek politik ekologi hadir yang bahkan merusak ekologi. Ketimpangan yang terjadi hanya akan merusak lingkungan sebagai tempat manusia melangsungkan kehidupan ekonominya. Acaman kemiskinan akibat ekspansifnya perusahan-perusahaan multinasional dalam penguasaan sumber daya alam menjadi mata rantai utama penyebab perubahan iklim yang hari ini dihadapi oleh masyarakat Kalimantan Timur. Kemiskinan akibat krisis sumber daya alam pun tak dapat ditampik lagi.
Hilangnya hutam alam, kondisi lingkungan yang pada mulanya tempat mencari nafkah, menyebabkan musnahnya tradisi lokal, di mana perempuan mempunyai keahlian khusus. Salah satu contoh di Kalimantan yaitu perempuan Dayak, pertanian adalah kekuatan dan kearifan mereka. Jika masyarakat sudah mulai kehilangan teritori adatnya, pengetahuan mereka menjadi tidak berarti. Mengenai pengetahuan mengenali jenis tumbuhan-tumbuhan obat dan cara menggunakannya, bahkan untuk mengidentifikasi kebutuhan air merupakan keahlian dari perempuan itu sendiri. Sementara perempuan mengantungkan kehidupannya pada bertani, berburu, nelayan semakin terdesak dan tak memiliki kuasa apapun. Kini peran perempuan digantikan dengan mesin industri yang rakus lahan dan rakus air. Persoalan perempuan selalu terkait didalamnya berbagai pembahasan baik perubahan iklim dan krisis lingkungan. Berbagai faktra empiris dampaknya terhadap perempuan belum lagi diiringi lagi dengan kesadaran akan pentingnya melibatkan perempuan, dalam pengambilan keputusan bahkan untuk pencarian solusi. Budaya patriarki telah menggeser keberadaan perempuan dalam mengelola lingkungan dan berdampak pada semua aspek kehidupan perempuan dan masyarakat umum. Hal ini juga menciptakan pandangan perempuan tentang kehidupan, interaksi dengan alam semua menjadi kabur yang kerap tidak dipahami oleh laki-laki maupun perempuan itu sendiri.
Industri pertambangan dan semen mengakibatkan masyarakat kehilangan sumber penghidupan. Tanpa disadari masyarakat dipaksa menerima kondisi dan pekerjaan apa pun. Hal ini mengakibatkan perempuan dalam posisi yang termarginalkan. Belum lagi diarea pertambangan, bahkan lokalisasi bukan menjadi hal yang tabu lagi. Perempuan didaerah sekitar pertambangan kerap menjadi korban pelecahan seksual bahkan terjadi kawin kontrak setelah itu perempuan harus menerima ditinggalkan, jika proyek pekerjaan telah selesai. Untuk itu, perjuangan untuk menegakkan keadilan ekologi harus terus digalakkan. Sejumlah perlawan perempuan harus terus dilakukan terlebih telah terselenggaranya sekolah perempuan untuk keadilan ekologis sudah seharusnya menjadi wadah untuk menyuarakan penyelamatan bumi dengan semangat perempuan yang selama ini memiliki pengetahuan untuk melestarikan lingkungan hidup dan mengelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Dengan demikian, peran perempuan dalam memulihkan krisis ekologi adalah modal sosial-ekologi yang penting untuk terus dilakukan. Inisiatif-inisiatif gerakan perempuan dalam memulihkan krisis sosial dan krisis ekologi mampu untuk mengatasi kerentanan yang dialami perempuan. Bahkan perempuan berada pada titik strategis untuk menggalakan nasib sumber daya alam. Berawal dari rumah, segala permasalahan bermuara. Bahkan tak jarang inspirasi dari ibu rumah tangga lewat kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya di tengah krisis ekologi bahkan finansial. Musibah kerusakan lingkungan menjadii refleksi untuk mengetengahkan reaksi atas persoalan bencana yang terjadi. Untuk itulah perempuan dan alam adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Karena bumi adalah perwujudan “Ibu Pertiwi”. Simbolis ini harus selalu diupayakan untuk menempatkan kedudukan bumi sebagai kerahiman yang penuh kasih. Bahwa rahim adalah metafora dari ibu yang telah memberikan kehidupan maka aksi-akasi pemulihan krisis ekologi menjadi keharushan dan penting dalam upaya mempertahankan dan melindungi bumi. Untuk bergerak akan krisis ekologi yang terjadi diperlukan kesadaran melihat bumi sebagai rahim. Pada rahim yang kokoh bermulanya suatu peradaban. Perihal ini berbeda dengan paradigma modern yang menganggap bumi bagian dari kapital yang dianjurkan untuk dieksploitasi semaksimal mungkin. Selain itu, diperlukan kembali pengetahuan-pengeetahuan lokal seperti pengelolaan air dan tanah, penerapan pertanian organik, adapun kebiasan-kebiasan masyarakat pesisir di Teluk Balikpapan yaitu mandi syafar yang dilakukan di bulan Syafar dengan simbol pensucian kembali. Dimana tradisi itu mengingatkan warga pesisir Teluk di Balikpapan maupun Penajam Paser Utara harus terus menjaga kelestarian alam. Hal-hal seperti itulah yang perlu dirawat dan diingatkan kembali, mengingat kondisi pertumbuhan yang semakin mendesak sehingga beberapa tradisi sudah mulai terkikis. Serta konservasi dan menjaga fungsi spesies tertentu seperti upaya migitasi perubahan iklim dan pengarustamaan keadilan iklim berbasis gender juga perlu dilakukan.
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen bersama untuk melakukan gerakan sosial-kultural yang bersumber dari pengalaman perempuan dan kelompok terpinggirkan dalam mengelola dan melestarikan alam yang selama ini terlupakan.
Sejatinya energi kreatif dan kekuatan moral perempuan dalam memulihkan krisis ekologi adalah sikap yang menjadi keteladanan bahwa jangan lupa untuk kembali pulang ke asal muasal kita yang terlahir suci, karena perempuan adalah rahim peradaban. Ibu Kehidupan!

Komentar

Postingan Populer