Filosofis Teh Panas
"Teh Panas"
(Setiap orang memiliki sudut pandangnya masing-masing,
begitupun dengan melihat sebuah teh panas yang disajikan)
Deretan
list minuman disemua tempat , teh panas tidak pernah luput dari list, baik
dipinggir jalan hingga di tempat termahal sekalipun. Namun, kita menjadikan teh
panas bukanlah pilihan utama, kita cendrung memperhatikan pilihan minuman yang
unik, baru, atau memanjakan mata dengan deretan pilihan menu lainnya. Karena teh
panas sudah terlalu biasa dan mudah sekali untuk didapatkan, membuatnya sendiripun
juga merupakan hal yang mudah.
Teh
begitu jarang dibicarakan dan diberi filosofis seperti layaknya kopi yang penuh
dengan kata-kata hebatnya sedangkan teh, hanyalah minuman sederhana yang murah
dan lekat dengan kata kere ketika memesannya. Atau mungkin seseorang hanya lagi
pingin saja meminumnya. Tidak benar-benar secandu orang-orang yang meminum
kopi.
Teh
panas yang terkadang terabaikan apakah tidak memiliki filosofis bagi
penikmatnya ?
Aku
sering melihat orang yang meminum kopi seperti meminum air putih setiap hari,
namun melihat seseorang yang meminum teh seperti meminum air putih dengan
konsisten bahkan disetiap tempat yang ia pesan hanyalah teh panas, aku baru
melihatnya. Namanya adalah teh panas dengan segala kesederhanaannya, hadir
dengan apa adanya tanpa mengada-ngada. Begitulah teh panas, kerap terabaikan disemua
tempat padahal kehadirannya selalu ada.
Teh
panas mungkin saja lahir tidak begitu beruntung seperti orang-orang kebanyakan.
Tidak se-cemara keluarga lainnya. Memiliki keluarga yang lengkap atau sebagai support
system. Dirinya begitu jauh dengan nasib dari keluarga yang
lengkap dengan cerita kebahagiannya. Ia lahir dari rasa sakit, derita dan air
mata. Tumbuh kembangnya penuh dengan perjuangan. Namun, apapun hal baik yang
kerap dilakukan teh panas tetaplah dipandang sebelah mata. Berjuang untuk
mendapatkan sebuah pengakuan bukanlah hal yang mudah agar diterima banyak
orang. Layaknya membuat sebuah teh yang lezat, kita sesap dan menikmatinya dan
kita tahu itu hanyalah sebuah teh yang panas. Untuk menjadi sebuah teh, tentunya
melalui berbagai proses hingga kita dapat menyeduhnya. Begitulah dengannya
untuk menjadi sebuah teh, dirinya harus menerima banyak tempaan. Hingga kita
dapat menyeduhnya. Namun, untuk membuat teh menjadi bernilai. Teh harus bervariasi,
kreatif hingga menjadi mahal. Itulah yang dilakukan oleh teh panas. Yang pada
awalnya, hanya menjadi teh panas, melewati tempaan dihidupnya namun ia belum
diakui keberadaanya bahkan masih dianggap sebelah mata.
Ia
belajar menjadi seperti teh panas, setiap pagi dengan tangannya yang mungil dan
tubuhnya yang kurus ia rajin membuatkan teh untuk Ayahnya. Pagi-pagi sebelum Ayahnya berangkat, ia menjadikan teh panas buatannya adalah sebagai bentuk
baktinya terhadap Ayahnya. Ia yakini untuk mendapatkan sebuah ridho Allah SWT
dengan memberikan penghormatan dan baktinya terhadap orang tua. Jika seorang
anak, menginginkan surga maka hormati Ibunya, jika seorang anak menginginkan dunia
maka hormati Ayahnya. Karena baginya, makna kata surga dibawah telapak kaki Ibu
merupakan makna penghormatan bagi seorang perempuan yang telah berjuang
melahirkannya. Sedangkan dunia berada diridho seorang Ayah adalah sebagai
bentuk pemaknaan bahwa seorang Ayahlah yang berjuang untuk mencari nafkah bagi
anak-anaknya. Maka dunia dibawah genggaman keridhoan seorang Ayah.
Setiap
anak yang lahir didunia ini, tidak pernah memilih ingin dilahirkan dari rahim siapa,
keluarganya seperti apa, dan bagaimana kehidupannya. Apakah Tuhan tidak memiliki
makna atas segala sesuatunya. Wallahu A'lam Bishawab.
Teh
panas, tidak lagi membuat teh untuk Ayahnya setiap pagi. Karena Ayahnya memang
tidak pernah meminta anaknya selalu membuatkan teh untuk dirinya disetiap pagi.
Pagi itu ia terbangun lagi, bergegas untuk menyalakan kompor untuk memanaskan air,
lalu dituangnya air panas disecangkir gelas dengan teh didalamya. Kali ini tidak
untuk Ayahnya, melainkan untuk dirinya sendiri. Tuhan mengambil segala sesuatu
yang berharga didalam hidupnya. Ia bersedih, bersusah hati, kemana tempatnya
untuk berlari, mengadu dan membawa berita bahagia. Kalau bukan pada Ayahnya
lagi. Menjadi sebatang kara, adalah tempaan yang dihadapkan pada dirinya. Ia tak
punya kedua orang tua yang bisa ia pamerkan atas segala pencapaian didalam
hidupnya. Disepelehkan, itulah teh panas. Terkadang dianggap tak terdidik, bagaimana
ia mengadu pada Ibunya. Begitu banyak makian terhadapnya. Dibesarkan oleh
ibunya saja ia tak sempat. Andaikan Ibunya mendengar makian terhadap anaknya,
tentu saja ibunya tidak akan menerimannya. Namun, teh panas tidak pernah
menjadikannya sebagai penyakit hati. Bukan berarti ia tak sakit hati, ia
jadikan sakit hati itu sebagai penyemangatnya untuk tetap berjuang dengan gigih
untuk membuktikan kepada semua orang bahwa ia mampu membanggakan kedua orang
tuanya yang sudah tidak bersamanya.
Terkadang
hidup ini lucu menempatkan seseorang dengan cerita dalam bab-babnya sendiri. Setiap
cerita dalam babnya, teh panas tidak pernah luput dari cerita sedihnya. Namun dirinya
bukanlah orang yang berlarut-larut meratapi kesedihan dan kemalangannya. Terbentur-terbentur
lalu terbentuk itulah teh panas. Ia belajar dari teh panas buatannya. Teh panas
akan tetap saja dipandang sebelah mata, jika ia tetap menjadi sebuah teh panas
yang biasa-biasa saja. Untuk itu ia harus menjadi teh panas yang bernilai. Diinginkan
banyak orang dan dibutuhkan banyak orang. Seperti Ayahnya yang selalu konsisten
ia buatkan teh ditiap paginya. Begitulah ia konsisten meniti karirnya dan
mimpinya. Mungkin Ayah dan Ibu tidak bersamanya dalam menemani proses hidupnya
dalam mencapai mimpi-mimpinya. Namun, kedua orang tuanya mengalir dalam
darahnya, sangat dekat dengan batinnya. Apapun yang ia lakukan adalah ridho orang tuanya. Karena itu ada anjuran untuk memuliakan anak yatim piatu.
Ibunya tidak sempat mengajari bagaimana
yang benar dan salah, bagaimana harus bersikap dan memilih atau sekedar
memotivasi dirinya. Namun, Ibunya lekat sekali dengan akalnya bagaimana ia
berfikir, menciptakan ide, memecahkan masalah. Tanpa ia sadari, Ibunya lah yang
membuat dirinya hari ini menjadi anak yang cerdas dengan segala ide-ide liarnya
dan mengantarkannya pada kondisi hari ini. Sedangkan Ayahnya, selalu ada
menjadi pengingatnya. Disaat dirinya merasa lelah atas hidupnya.
Teh
panas memang tidak seberuntung anak-anak yang lain, yang bisa diarahkan kapan
saja oleh kedua orang tuanya. Tuhan, selalu punya rencana atas hidup setiap orang.
Dengan ceritanya masing-masing. Begitupun dengan teh panas, kini ia cukup terbilang
sukses walaupun masih banyak yang memandangnya sebelah mata. Tapi, semangat gigihnya
tidak lahir begitu saja, dari proses yang mudah.
Kau
bisa memesan takdir mu hari ini, ingin menjadi apa dan seperti apa atas iktiar
(usaha) mu hari ini. Karena hasil tidak akan mengkhianati usahanya.
Kita bisa belajar dari teh panas yang selalu tampil apa adanya dengan segala kerendahan hatinya untuk selalu berusaha menjadi lebih baik dengan caranya. Kita terlalu cepat mengambil kesimpulan dalam menilai seseorang. Tanpa mengetahui bagaimana proses hidupnya dan perjuangannya. bahkan kita lebih tertarik membicarakan hasil dari pada prosesnya. Tulisan ini menjadi sebuah kritikan untuk kita semua, bahwa segala sesuatu sebenarnya bernilai, hanya bagaimana cara kau memandangnya dan berfikir tentangnya.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan saran & kritik anda :)