Laporan Perjalanan Teluk Balikpapan (Forum peduli teluk Balikpapan)
“OBSERVASI DALAM MEWUJUDKAN KAWASAN KONSERVASI
LAUT DAERAH TELUK BALIKPAPAN”
Tim
FPTB (Forum peduli teluk Balikpapan) mengadakan kegiatan perjalanan ke
Jenebora, Pantai lango dan Mentawir pada tanggal 23 agustus 2017 selama dua
hari satu malam; dan berakhir ditanggal 24 agustus 2017. Dengan jumlah tim 8
orang. Laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan 2 orang.
Tujuan
dalam pelaksanaan kegiatan dan perjalanan yaitu untuk menyampaikan surat
kepada kelurahan, pertemuan dengan pihak kelurahan, melihat situasi daerah
kawasan teluk Balikpapan, dan berkomunikasi dengan tokoh masyarakat mengenai
laut daerah teluk Balikpapan. Dan target utama dalam kegiatan ini yaitu untuk
mewujudkan kawasan konservasi laut daerah Balikpapan.
Sesuai
dengan kesepakatan tim FPTB terlebih dahulu berkumpul di sekretariat FPTB
(Kantor Rengganis Balikpapan) block 2A no 85 pukul 07.00-08.00. Selain itu tim
mempersiapkan peralatan sebelum berangkat. Setelah itu menuju pelabuhan
ditempuh selama 1 jam perjalanan dengan menggunakan GoCar. Adapun kendaraan
yang digunakan untuk menuju tempat target kegiatan adalah kapal klotok. Saat
tiba di pelabuhan perlu 15 menit menunggu datangnya kapal. Setelah kapal
sandar, tim FPTB pun segera bergegas menuju kapal. 20 menit perjalanan, salah
satu tim FPTB meninggalkan peralatan masak seperti kompor dan peralatan makan. Selama
5 menit, kapal pun dihentikan untuk mencari solusi dan ditengah laut terjadi
negoisasi menggunakan telefon dengan awak kapal lainnya. karena melihat kondisi
perjalanan yang tidak memungkinkan untuk kembali, maka kami pun memutuskan
untuk meminta bantuan kepada awak kapal lainnya mengantarkan menuju salah satu
tempat tujuan kami yaitu Pantai Lango. Tim pun kembali melanjutkan perjalanan
sesuai alur perjalanan yaitu Jenebora. Perjalanan menuju Jenebora, kami melihat
pemandangan yang cukup menganggu, pembangunan industri sepanjang jalan juga
tidak kalah rame nya dengan rimbun nya pohon bakau belum lagi lahan-lahan yang
dibuka menjadi gundul. Perusakan kawasan mangrove bukan saja menjadi ancaman
satwa tetapi nelayan sekitar akan terimbas dampaknya. Sungai pun juga akan
mengalami erosi dan sedimentasi, kemudian air asin laut bisa semakin masuk ke
hulu sebab manggrove banyak yang rusak. Karena mangrove adalah jenis tanaman
yang mampu menetralisir air laut.
Pukul (09.00)
kami pun tiba di kelurahan Jenebora, adapun target utama yaitu penyampaian
surat dan menjelaskan maksud tujuan dalam kegiatan yang akan dilaksanakan
kepada pihak kelurahan. Untuk dapat menuju kelurahan Jenebora ditempuh dengan
menggunakan ojek karena kondisi yang cukup jauh, setelah dilakukan koordinasi
maka yang akan berangkat menuju kelurahan Jenebora adalah Bapak Hamsuri selaku
senior advisor FPTB dan bapak Mappaselle anggota FPTB. Dan peserta tim lainnya
memutuskan untuk menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dengan bertemu warga
sekitar Jenebora dan melihat kondisi daerah laut Jenebora. Terlihat kesibukan
ibu-ibu yang merajut salah satu alat tangkap ikan dan udang tradisional biasa
disebut oleh masyarakat sekitar yaitu “lunta” atau yang biasa dikenal dengan (jala
lempar). Ketika kami bertanya mengenai pekerjaan para suami mereka, mayoritas
yaitu sebagai nelayan. Pada saat kami tiba di Jenebora tidak terlihat para
suami sedang bersiap menuju ke laut. Waktu itu adalah waktu istirahat bagi
mereka. Di Jenebora tim FPTB tidak berjalan bersamaan tetapi terbagi menjadi
dua orang dalam melakukan observasi lapangan, tujuan dalam hal ini agar tim
lebih luas dalam mencakup informasi dan melihat kondisi lapangan. Terlihat juga
padang lamun daerah laut Jenebora tidak jauh dari dermaga, hanya terlihat
sedikit. Informasi dari warga sekitar dahulunya padang lamun cukup tumbuh subur
seiring waktu terjadinya sidimentasi, padang lamun pun menjadi lebih sedikit
dari sebelumnya.
Tak lama kemudian, kami pun berkumpul kembali
disalah satu warung makan. Tim kembali lengkap dengan hadirnya Bapak Hamsuri
dan bapak selle. Diskusi singkat terjadi, terdengar dalam penyampaian tim yang
bertemu dengan pihak kelurahan yaitu penyambutan dan harapan dari kegiatan yang
akan dilakukan secara berkala oleh tim FPTB serta antusias dari pihak
kelurahan. Masyarakat Jenebora terlihat ramah menyambut kami dan bersuka cita
membagikan pengalaman dan cerita kehidupan mereka selama di Jenebora. Siang
semakin menyengat untuk tidak membuang-buang waktu kami pun kembali bersigap
menuju kapal kelotok melanjutkan alur perjalanan selanjutnya yaitu Pantai
Langao.
Pukul
(11.30) WITA. Tim pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Pantai lango, tak
cukup lama selama 45 menit kami pun tiba di Pantai lango. Dzuhur telah memasuki
karena itu terlebih dahulu kami bergegas menuju Masjid terdekat Pantai lango
dengan berjalan kaki. Tak jauh berbeda antara Jenebora dan Pantai lango, hanya
kelurahan Pantai lango dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 10 menit.
Saat tiba di kelurahan Pantai lango terlihat kelurahan sepi hanya ada satu
orang yang berjaga.
Kami pun menjelaskan
maksud dan tujuan kami beserta surat yang kami tujukan kepada salah satu
sekretaris lurah yaitu Bapak Hadi yang berjaga. Setelah di konfirmasi bapak
lurah Pantai lango berada di Penajam untuk kepentingan lainnya. Hasil dari
pertemuan singkat, akan di komunikasikan kepada Bapak Lurah Pantai lango.
Karena tak ingin melewatkan kesempatan, tim pun bertemu dengan salah satu tokoh
masyarakat dan juga menjabat sebagai staff kelurahan, Bapak H. Sahdan. Beliau terlihat
cukup tua, tetapi sangat bersemangat dalam membagi pengalaman selama di Pantai
lango. Beliau menceritakan mayoritas pekerjaan masyarakat Pantai lango adalah nelayan
dan kondisi laut Pantai lango yang cukup memprihatinkan jika tidak diadakannya
konservasi laut. Dahulunya nelayan memperoleh kepiting, udang, ikan kakap,
belanak, dan ikan kerapu yang cukup banyak dibandingkan dengan kondisi saat ini
sangat minim, pak Sahdan pun menuturkan “khawatir nanti kalau ramai pabrik
tempat penangkapan ikan hilang”. Beliau juga membagikan pengetahuannya mengenai
pohon bakau, jika pohon bakau habis atau pun rusak dampaknya sangat
mempengaruhi manusia, pohon bakau bukan saja dapat menangkal erosi tetapi juga
virus yang masuk. Karena itu, beliau sangat menerima kehadiran kami di Pantai
lango untuk target diadakannya kegiatan tim FPTB. Diskusi singkat terjadi
diwarung kopi tersebut berakhir karena mengingat waktu perjalanan menuju tempat
selanjutnya yaitu Mentawir cukup jauh. Tim pun pamit undur diri dengan
masyarakat Pantai lango dan bergegas kembali menuju kapal.
Pukul
(14.00) WITA. Perjalanan menuju Mentawir kecamatan Sepaku, cukup memanjakan
mata dengan melihat pohon bakau bertebaran. Walaupun kondisi sempat mendung,
lantas kami semakin bersemangat menuju Mentawir. Selama dua jam kami mengamati
laut dan hutan mangrove.
Kapal
kami pun melewati dibawah jembatan yang terlentang panjang, jembatan tersebut adalah
jembatan Pulau Balang, adapun jembatan yang masih dalam proses pembangunan
menuju kilo 13 Balikpapan. Salah satu ruas yang saat ini sedang dikerjakan oleh
pemerintah adalah segmen yang menghubungan Penajam Paser Utara dengan Kota
Balikpapan yang melewati Teluk Balikpapan. Dari segi perekonomian, jembatan
yang di bangun oleh pemerintah sangat membantu. PPU akan merasakan mekarnya
pertumbuhan ekonomi Balikpapan dan begitu pun sebaliknya. Para petani dan
nelayan lebih mudah mengakses ke pasar yang ada di Balikpapan maupun PPU. Namun
dari proses pembangunan tersebut sangat merusak dari ekosistem itu sendiri.
Lebih parahnya lagi dari pembangunan jembatan ini yaitu membuka lahan untuk
menuju ke jembatan. Tanpa disadari akan menimbulkan erosi, sidementasi, merusak
biota laut dan manusia yang hidup dipesisirnya. Pulau Balang adalah tempat
strategis bagi nelayan, karena pulau tersebut terdapat terumbu karang yang
tentunya tempat biota laut berkembang biak. Proses dalam pembangunan tersebut
tidak terlepas dari unsur pencemaran lingkungan yang pastinya akan menganggu
biota laut didalamnya. Dampak pembangunan jembatan yang dicanangkan untuk
membantu proses perekonomian dengan melalui jalur darat nantinya bukan hanya
merusak Sumber Daya Alam tetapi juga Sumber Daya Manusianya karena itu
sebaiknya pihak pemerintah lebih teliti lagi dalam melakukan prospek
pembangunan. Bukan berarti pembangunan tidak dilakukan, hanya saja perlu diperhatikan
dari segi dampak dan lingkungan sekitar. Masih banyak cara melakukan
pembangunan tanpa merusak lingkungan itu sendiri. Pembangunan harus
berkesenimbanguan dengan kearifan alam. Harapan kami, semoga tidak terjadinya kesusahan
dalam memperoleh air bersih dalam pembangunan jalan penghubung tersebut. Perjalanan
pun semakin dekat dengan melihat arus gelombang laut yang semakin tenang dan
pohon bakau semakin terlihat jelas dan dekat serta perjalanan yang semakin
membuat kami penasaran dengan berliku-likunya menuju Dermaga. Dermaga pun mulai
terlihat, dengan terlihat beberapa orang yang melambaikan tangan ke arah kami sambil tersenyum dan menyambut
hangat kedatangan kami. Berbeda dengan objek observasi sebelumnya, Mentawir
terlihat sangat sunyi dan laut yang tenang serta angin yang cukup teduh.
Kehadiran kami pun
telah dinantikan masyarakat Mentawir, Bapak RT 01 Mentawir pun turut menunggu
kehadiran kami. Tidak terlihat dari pihak kelurahan, hasil diskusi lewat
telefon selama perjalan pihak kelurahan telah menyampaikan tidak sedang berada
ditempat. Untuk itu, kepentingan kami dapat bertemu langsung dengan Bapak Lamale
selaku RT 01 Mentawir beliau juga salah satu tokoh masyarakat dalam membangun
Mentawir. Beliau dan beberapa warga sekitar menawarkan kami untuk melanjutkan
pembicaraan dirumah kediaman RT tersebut. Kami pun mengikuti Bapak Lamale,
terlihat beberapa tumbuhan pohon bakau yang berplang lengkap dengan jenis pohon
bakau tersebut.
Kondisi jalanan pun
beraspal, 3 M dari dermaga belum terlihat adanya rumah, hanya hamparan pohon.
Perjalanan dari dermaga menuju rumah pak RT kami lakukan dengan berjalan kaki
selama 20 menit. Setelah menikmati pohon-pohon dan udara yang segar serta
kesunyian, terlihat beberapa rumah warga yang tersusun rapi dan bersih. Tim
FPTB pun tiba di rumah pak Male selaku Ketua RT 01 Mentawir.
Warga sekitar pun
menyambut hangat dengan turut ikut mendengarkan diskusi kami. Beberapa warga
lainnya sedang menyiapkan minuman, pak Lamale pun menawarkan minuman yaitu
sirup pidada. Sirup tersebut diolah dari buah pohon bakau. Sirup pidada yang
disajikan kepada kami yaitu dingin dengan rasa asam dan manis madu, tambahan
dari racikan minuman tersebut hanyalah gula. Minuman ini sangat segar dan nikmat, hanya saja penakaran gula
perlu diperhatikan dan penggunaan gula yang berlebihan pada sirup ini justru merusak
khas manisnya dari olahan sirup pidada tersebut. Adapun khasiat dari sirup
pidada adalah sebagai obat kolesterol. Tentunya dengan pengolahan dari pohon
bakau tersebut sangat potensial untuk menarik wisatawan untuk berkunjung maupun
membeli oleh-oleh khas Mentawir. Jika hal tersebut di kembangkan dengan kemasan
yang cukup menarik akan menambah daya tarik sendiri. Bapak Lamale juga
menuturkan sirup pidada ini juga akan di perjual belikan di Balikpapan. Sambil
menikmati minuman, bapak Lamale pun berbagi pengalamannya dalam membangun
Mentawir serta sejarah Mentawir. Luas lahan Mentawir adalah 1.500 H dan yang
telah dikelola yaitu 300 H, beliau juga akan mengolah beberapa bagian pohon
mangrove dengan buahnya akan dijadikan sirup, daunnya akan diolah menjadi
keripik, dan dapat diolah menjadi pewarna kain, bolu, serta kosmetik. Hal ini
didapatkannya dari pertemuan di Semarang, teryata banyak hal yang dapat diolah.
Kami pun menjelaskan maksud dan tujuan dari Tim FPTB, sangat selaras dalam misi
dan visi masyarakat Mentawir untuk melestarikan laut dan hutan mangrove. Akhir
dalam diskusi panjang bersama pak Lamale dan warga sekitar, harapannya yaitu
FPTB nantinya dapat membuat plang nama FPTB sebagai tanda terlibatnya FPTB
dalam membangun kawasan konservasi dari Mentawir. Mentawir dalam proses
pembangunan kawasan wisata mangrove karena itu sangat dibutuhkannya rambu-rambu
peringatan jembatan daerah kawasan wisata mangrove Mentawir, peresmian dari
pemerintah, jasa raharja, asuransi, dan tempat parkir untuk pengunjung
nantinya. Selain itu, Inhutani dan dari beberapa dinas provinsi terlibat dalam
pembangunan kawasan wisata hutan mangrove. Setelah matahari mulai terbenam kami
pun menuju kapal, dengan pamitnya tim FPTB mendapatkan beberapa buah kelapa.
Kami pun menyusuri jalan yang sama dengan kondisi yang makin gelap. Karena
tidak adanya lampu penerangan jalanan, kondisi jalanan cukup gelap. Saat tiba
dikapal kami memasak ikan blanak yang dibeli dalam perjalanan menuju Mentawir.
Dengan peralatan seadanya kami masih bersemangat untuk menyantap segar nya ikan
blanak.
Setelah perut terisi,
kami memutuskan untuk menginap di kapal kawasan wisata mangrove yang tadi
sempat kami dengar. Dengan kondisi yang cukup gelap kami hanya mempunyai 3
lampu penerangan dengan itu kami memanfaatkannya semaksimal mungkin. Tim FPTB
lainnya menuju jembatan untuk memancing ikan yang akan jadi santapan sarapan
pagi. Semakin malam, dingin hutan mangrove mulai munusuk hingga ketulang.
Lantas hal ini, semakin membuat kami mencintai hutan mangrove yang masih
perawan dan asri. Pukul 06.00 pagi, kondisi awan mendung.
Matahari terlihat
tertutupi awan. Pukul 07.30, sinar matahari mulai memasuki, sehingga pohon
bakau terlihat begitu menarik dan air yang tenang membuat kami betah untuk
beristirahat sejenak sebelum kembali pulang menuju Balikpapan. Jembatan yang
masih dalam proses pembangunan sebagian telah jadi, hanya saja masih rawan.
Dengan adanya jembatan kami bisa lebih dekat lagi mengamati jenis-jenis pohon
bakau. Ada pohon bakau jenis laki-laki dan perempuan. Kami pun belajar dalam
mengenali pohon bakau. Tak terasa matahari semakin menyengat. Pukul 10.30 WITA,
kembali dalam perjalanan, hari kedua kami menambah satu tujuan yaitu Donghoa,
walaupun terkesan dadakan kami kembali semangat melanjutkan perjalanan. Tujuan
dari perjalanan ini tak terlepas dari tujuan FPTB itu sendiri. Kami ingin
bertemu dengan salah satu tokoh masyarakat dari Organisasi masyarakat yang
bernamakan Intan Pesut (Ikatan Tani Pelayan Pesisir Utara), dengan harapan kami
akan memperoleh informasi tambahan mengenai daerah sekitar teluk Balikpapan dan
dapat membatu misi dari agenda FPTB kali ini. Saat tiba ditempat tujuan, terlihat
jelas jembatan menuju kerumah warga cukup extream, hanya selembar papan yang
memang cukup berbahaya untuk dilewati. Sayangnya saat kami tiba, kami tidak
sempat bertemu beliau. Karena ada agenda dadakan beliau mengurus keperluan di
Balikpapan. Tim FPTB cukup kecewa karena melewatkan kesempatan bertemu salah
satu tokoh dalam ormas intan pesut. Tetapi pertemuan tersebut akan kami
agendakan kembali. Jam pun menunjukkan pukul (11.30) tim langsung bergegas
melanjutkan perjalanan, kali ini perjalanan pulang menuju Balikpapan. Perjalanan
yang kami lakukan sangat menyenangkan dengan menyusuri laut dan sungai kami
menyadari arti pentingnya Mangrove serta dampak dari pembangunan yang tidak
memperhatikan kondisi lingkungan yang justru mengikis kearifan lokal, dan
pelan-pelan pekerjaan sebagai nelayan digantikan sebagai buruh dengan
janji-janji yang lebih menguntungkan. Jika dipikirkan kembali bagi masyarakat
mayoritas nelayan untuk menjadi pekerja di industri bukanlah pekerjaan mudah
karena sebagai nelayan adalah pekerjaan turun menurun dan hobi orang-orang
pesisir.
Tim
FPTB tiba di Balikpapan pukul (13.00). Berdasarkan pengalaman kegiatan perjalanan
ini ada beberapa hal yang dapat menjadi perhatian baik dari potensi masyarakat
dan lingkungan yang memadai, Jenebora dan Pantelangau dapat di kembangkan
menjadi sumber atlet dayung. Kawasan tersebut dapat menjadi pemusatan latihan
mendayung bagi masyarakat. Kearifan lokal dapat diperhatahankan seperti budaya
mandi safar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar di bulan safar. Masyarakat
percaya dengan melakukan hal tersebut akan mensucikan kembali laut tempat
mereka mencari nafkah, pada hari itu tidak ada masyarakat yang akan pergi untuk
melaut. Dengan mempertahankan kearifan lokal tersebut menjadikan budaya dan
penyadaran tersendiri bagi masyarakat mayoritas nelayan untuk menjaga dan
mencintai ekosistem dari pada laut itu sendiri.
Beberapa
hal perlu diperhatikan yaitu data kependudukan tiap kelurahan yang belum
tercapai serta persiapan yang sesuai dengan lama perjalanan. Tim FPTB pun akan
melakukan rapat lanjutan mengenai agenda konservasi daerah kawasan teluk
Balikpapan karena setiap desa memiliki prioritas utama dalam konservasi.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan saran & kritik anda :)